Kamis, 24 Januari 2013

Kewajiban Mengikuti Sunnah


Penulis: Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhohulloh Diterjemahkan dari Penjelasan Hadits Arba’in No. 41 Oleh: Abu Fatah Amrulloh Murojaah: Ustadz Abu Ukasyah Aris Munandar
Dari Abu Muhammad Abdulloh bin Amr bin Al-Ash rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” (hadits hasan sahih yang kami riwayatkan dari Kitabul Hujjah dengan sanad yang sahih)
Penjelasan: Hadits ini adalah hadits yang terkenal dan hadits ini terdapat dalam Kitab At-Tauhid. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa”. Hadits ini berderajat hasan sebagaimana yang dihasankan Imam Nawawi di sini. Bahkan beliau berkata ini adalah hadits yang hasan shahih.
Hadits ini dikatakan sebagai hadits hasan karena hadits ini sesuai dengan makna ayat Al Quran yaitu:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisaa: 65)
Menganggap sebuah hadits memiliki derajat hasan karena memiliki makna yang sesuai dengan ayat Al Quran adalah mazhab yang dianut oleh banyak ulama terdahulu seperti Ibnu Jarir Ath Thobari dan sebagian ulama dan imam ahli hadits.
Perkataan nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits ini: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” memiliki makna bahwa keimanan yang sempurna tidak akan terwujud sampai hawa nafsu dan harapan seseorang mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa (nabi Muhammad) shalallahu ‘alaihi wa salam. Hal ini juga bermakna bahwa seseorang wajib mendahulukan kehendak Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan kehendaknya serta mendahulukan syariat Rosululloh shalallahu ‘alaihi sallam dari pada hawa nafsunya. Jika terdapat pertentangan antara harapannya dengan sunnah, maka dia akan mendahulukan sunnah. Hal ini telah dijelaskan pada banyak ayat Al Quran dan hadits, seperti firman Alloh jalla wa ‘ala:
Katakanlah: “Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS At Taubah: 24)
Maka seseorang wajib untuk lebih mencintai Alloh dan Rosul-Nya dibandingkan selain keduanya. Jika seseorang sudah berbuat demikian, maka hawa nafsunya sudah mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka makna perkataan Rosululloh shalalahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian” adalah meniadakan kesempurnaan keimanan yang wajib. Makna ini adalah makna zhohir yang sesuai dengan kaidah yang telah kita pelajari sebelumnya. Pembicaraan tentang hal ini secara lebih lengkap terdapat dalam penjelasan Kitab At Tauhid.
Sumber: http://muslim.or.id/?p=443

Senin, 07 Januari 2013

KECELAKAAN, INFLASI HUKUM & REFORMASI Hukum, sebuah sudut pandang.


Sejak beberapa hari terakhir, media TV, cetak dan online berasik masuk mengkabarkan berita kecelakaan yg di alami Rasyid yang kebetulan adalah anak Pak Hatta Rajasa, Menko Ekonomi dan juga besan Presiden SBY.
Info info yang disajikan lebih condong dengan bumbu jargon "kesetaraan hukum", kecurigaan akan adanya perlakukan khusus, dan ujian pada polisi , apakah hanya berani tajam ke bawah dan akan tumpul bila ke atas? dll, dll.
Sebelum membahas tentang segala tetek bengek hukum dengan issue lain yg mengiringinya. Perlulah kiranya membahas pokok persoalanya yaitu "KECELAKAAN LALU LINTAS".
“Kecelakaan”, dan apapun identitas di belakangnya : lalulintas, kerja, dll. Sifat dasarnya seperti iklan minuman ringan yaitu kapan saja, di mana saja dan siapa saja bisa mengalaminya. Tak peduli anaknya kopral atau jenderal, tak peduli orang tak punya atau berada. Ngak usah jauh-jauh kegiatan sehari-hari dirumahpun misal makan, mandi, tidurpun bisa mengalami kecelakaan.
Kemarin sore saya melihat berita Trans TV , ada anak 5 tahun meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit penyebanya karena si anak tersedak buah rambutan, saat makan dia lihat cicak dan tertawa yang akhirnya maut menjemputnya.
Kecelakaan lalu lintas penyebabnya sangat beragam bisa jadi karena faktor manusia (pengemudi), faktor kendaraan, factor jalan dan faktor lingkungan. Teknisnya lebih beragam misal lelah, mengantuk, tidak konsentrasi, mabuk, rem blong, menghindari lubang jalan, jalan licin, cuaca, dan yg sering saya dengar adalah karena menghindari pengedara lain lalu menubruk korban, dll.
Bila saya atau anda berkendara di jalan dan mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka parah atau kematian korban, apapun penyebabnya, hampir pasti tanggungjawabnya adalah pada pengemudinya.
Lalu apa sanksinya?
Merujuk pada UU no 22/2009 ttg lalu lintas pasal 310 mengatur bahwa kelalaian pengendara saat kecelakaan sanksinya tergantung dari dampak kecelakaanya yaitu yg mengakibatkan:
1. Kerusakan kendaraan / barang saja : Pidana penjara 6 bulan dan denda 1 juta.
2. Kendaraan / barang rusak plus korban luka ringan : Pidana penjara 2 tahun dan denda 2 jt.
3. Kendaraan / barang rusak plus korban luka berat : Pidana penjara 5 tahun dan denda 10 jt.
4. Kendaraan / barang rusak plus korban meninggal : Pidana penjara 6 tahun dan denda 12 jt.
Jadi tanggungjawab pengendara mencakup bantuan biaya perobatan, ganti rugi, pidana dan denda. Bantuan perobatan dan ganti rugi terkait kepentingan keluarga korban, dan ini bisa diputuskan di pengadilan atau di luar pengadilan (pasal 236). Ganti rugi tidak mengugurkan tuntutan pidana. Sekali lagi saya tulis ulang “TUNTUTAN PIDANA nya TIDAK GUGUR”.
Sedangkan tuntutan PIDANA dan DENDA terkait dengan kepentingan NEGARA, dimana dengan UU tsb, NEGARA telah menyatakan kelalaian / kecelakaan di jalan raya itu sebagai perbuatan PIDANA (“Kejahatan”), doktrinya setiap perbuatan PIDANA (“Kejahatan”) harus di hukum.
PIDANA banyak macam definisinya, salah satunya di definisikan sebagai tindak kriminal atau segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Perbuatan PIDANA sering dibedakan dalam 2 hal utama yaitu
1. ADUAN misal perzinaan, pencemaran nama baik, penghinaan, dll. Seorang yang terbukti berzina dengan orang lain tidak bisa diproses polisi tanpa adanya aduan dari pihak korban dalam hal ini adalah istri / suami sah nya yang jadi korban.
2. BIASA (Pidana MURNI) misal mencuri, merampok, membunuh, dll. Artinya ada aduan atau tidak ada aduan, Polisi berhak serta wajib memproses hukum semua tindakan PIDANA MURNI. Mengapa begitu? Karena pidana murni itu korbanya adalah si korban sendiri dan juga masyarakat (negara). Seorang yang mencuri / membunuh / merampok, walaupun keluarga korban ikhlas dan mau damai, negara tetap memprosesnya, karena masyarakat (negara) juga jadi korban yaitu tindakan pembunuhan itu mengancam nilai kemanusiaan, norma dan ketentraman masyarakat. Menciptakan keamanan dan ketentraman masyarakat adalah tugas utama NEGARA yang dilaksanakan oleh aparatnya yang disebut pemerintah.
Kecelakaan lalu lintas itu masuk pidana apa? Hemat saya kalau mencermati “letter lex” UU lalu lintas masuk PIDANA MURNI.
Kalau begitu, semua yang mengalami (kelalaian) kecelakaan lalu lintas, harus masuk penjarakah? Ya, begitulah kata hitam putih UU.
Dengan pemahaman di atas, saya jadi bertanya pada diri sendiri. Benarkah masyarakat menghendaki bahwa sopir yang (lalai atau apes) kecelakaan lalu lintas adalah PENJAHAT dan harus di penjara?
Kalau pencurian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, saya yakin 100% kita sudah sepakat bahwa pelaku itu adalah penjahat asli, karena tindakan itu disertai dengan niat, kesengajaan dan kemampuan. Walaupun pencurinya mengembalikan barang atau ganti rugi, masyarakaat semua mayoritas tetap berharap, agar pelakunya di penjara agar sadar, kapok dan tobat.
Namun kalau sopir yang lagi apes taruhlah karena ban meletus lalu menubruk orang, tak sadar mengantuk beberapa detik, atau karena menghindari lubang yang bisa mencelakakan atau menghindari pejalan kaki yang nylonong lalu menabrak pengguna jalan lain. Apakah benar sopir itu PENJAHAT? Apalagi sopir tersebut langsung menolong korbanya, dan bertangungjawab penuh dari dampak akibat tabrakan tersebut baik secara empati dan finansial.
Mari kita melihat dari berbagai sudut pandang. Seandainya pelaku tabrakan tersebut adalah keluarga kita, setelah kita bertanggungjawab dan betul betul damai dengan keluarga korban, apakah kita tidak akan melakukan upaya agar terbebas dari penjara?
Dan seandainya, kita keluarga korban, setelah pihak sopir yang menabrak bukan karena kesengajaan tsb, mereka berempati dan bertanggungjawab penuh, apakah kita masih ngotot dan perlu pelakunya di penjara?
Bagi negara, apa untungnya mempejarakan? Apakah untuk efek jera dan agar timbul kesadaran pelaku. Menabrak orang, punya urusan serta harus mengganti rugi, sudah sangat sangat membuat sang sopir jera.
Kesadaran? Tanpa ada kecelakaan itupun sang sopir sadar dan tak ingin terjadi kecelakaan. Efek sadar atau tobat, itu diperlukan bila memang ada faktor niat atau kemauan, sedangkan dalam khasus kecelakaan murni (apes), semua sopir di dunia ini tidak ada yang ingin berniat untuk mencelakaan korban. Lain soal kalau kecelakaan karena adanya faktor pendukung niat misal mabuk dan memakai norkoba, dimana saat sopir akan menggunakan narkoba dan minuman keras, dalam keadaan sadar, tahu konsekuensi yang bisa terjadi termasuk kesadaran menurun, menabrak orang, dll.
Seandainya UU itu dijalankan hitam putih, apa yang akan terjadi bagi NEGARA?
Kompas pada tgl 12 Feb 2012, memberitakan kematian akibat kecelakaan per tahun adala 32.000. Dan tentu juga ada kecelakaan yg tidak menyebabkan meninggal, taruhlah misalnya kejadianya adalah 50% nya, maka sopir yang harus masuk penjara setiap tahunya adalah sekitar 16.000 orang.
Andai rata rata vonis hukumanya 2,5 tahun, di kurangi remisi maka setiap tahun negara harus menyediakan penjara yang harus memuat untuk sekitar 30.000 orang, dan membiayai makannya.
Bagaimana di pandang dari sudut sosial masyarakat . Bagaimana bila sang sopir adalah tulang punggung keluarga yang punya banyak anak kecil, tentu kehidupan keluarga tersebut berpotensi lebih buruk dan potensi terpapar permasalahan sosial dikemudian hari bagi sang anak-anak akan lebih tinggi bila kepala rumah tangganya di penjara.
Dari sudut pandang produktivitas, masyarakat akan kehilangan produktivitas sang sopir yang bisa jadi dia adalah orang alim, orang disiplin, ilmuwan, pembayar pajak yang taat, anak muda yang masih harus menyongsong masa depan, atau seorang ayah yang menjadi tulang punggung banyak anak-anaknya, karena kecelakaan akibat faktor di luar kendali sang sopir bisa menimpa siapa saja.
Saya pribadi memandang menggolongkan KECELAKAAN LALU LINTAS dalam PIDANA MURNI adalah salah satu dari banyak INFLASI HUKUM yang terjadi pada bangsa kita ini. Sebagaimana inflasi uang, dulu uang pecahan Rp 1.000,- sudah bisa beli nasi satu bungkus, sekarang perlu uang lebih dari Rp 10.000,-.
INFLASI HUKUM kurang lebih begitu, sekarang para legislator dan pemerintah begitu mudah membuat banyak pelanggaran di golongkan sebagaimana tindak PIDANA (KEJAHATAN) misal :
1. Seorang dokter asli yang belum atau terlambat mengurus izin praktek saja, di ancam PIDANA 3,5 tahun. Padahal ini hanya soal administrasi belaka.
2. Anda mau usaha kecil kecilan dan baru bisa membayar upah buruh taruhlah Rp 1,5 jt sebulan,sedangkan besaran Upah Minimumnya RP 2,2 juta, anda bisa di ancam PIDANA 1 – 4 tahun, ini bisa mengancam pemilik warteg, penjual soto, toko kecil-kecilan, dll.
3. Anda punya usaha lalu bangkrut dan tidak bisa membayar pesangon karyawanya, maka anda bisa di ancam pidana 1 – 5 tahun, dll.
INFLASI HUKUM dapat di artikan begitu mudah membuat aturan sangksi pidana hukum, namun aturan hukum tersebut jarang atau hampir tidak pernah di laksanakan. Perlu terobosan cara menghukum yang lebih efesien dan terwujud tujuan dari pemidanaan yaitu adanya kesadaran dan tanggungjawab dampak.
Hukum kita pada umumnya adalah warisan dari Belanda, dan Belanda adalah warisan dari Perancis saat NAPOLEON pernah menjajah Belanda. Kiblat Hukum umumnya ada 2 golongan yaitu
1. Eropa Kontinental : Kitab hukumnya di kodifikasi
2. Anglo Saxon : Merujuk pada keputusan hakim sebelumnya dan adanya juri.
Saya pribadi berpandangan sudah saatnya Republik yang sudah lebih dari 65 tahun merdeka, untuk membangun hukum yang menyerap banyak sumber baik kearifan lokal, hukum agama yang positive dan bersifat universal dll.
Merujuk pada hukum sistem ANGLO SAXON di kenal istilah “final mediation” oleh juri, dan merujuk hukum islam di kenal istilah “ampunan dari keluarga korban”, yang artinya hukum penjara bisa di hindarkan bila ada ampunan dari keluarga korban.
Marilah bangsa Indonesia ini mulai berkreasi bahwa menghukum itu tidak harus masuk penjara, bisa kerja sosial, bisa membayar denda, dan lain sebagainya yang penting tujuan adanya hukum yaitu kesadaran dan ketertiban masyarakat bisa terwujud, dan manfaat dari semua sudut pandang bisa terwujud lebih baik.
Pada moment ini, perlu di pikirkan bila pelaku kecelakaan lalu lintas bisa di hukum dengan alternative lain tersebut.
Terkait dengan Rasyid, yang kebetulan anaknya pejabat tinggi negara ini, saya pribadi memandang khasus ini perlu di selesaikan sebagaimana bila terjadi pada masyarakat umumnya. Bila seorang masyarakat biasa yg mengalami kecelakaan lalu dia di tahan, ya Rasyid juga perlu di tahan, dan bila masyarakat biasa sering diupayakan jalur damai untuk menyelesaikan persoalan kecelakaan lalu lintas di luar pengadilan sehinga masyarakat biasa juga bisa terhindar dari penjara, maka Rasyid juga diberi kesempatan yang sama.
Dalam era reformasi dan kebebasan informasi, seringkali suatu khasus yg dialami masyarakat biasa sangat mudah diselesaikan, namun sangat rumit di selesaikan bila menimpa pejabat tinggi atau orang-orang ternama. TV dan media berperan penting untuk memperpanjang bahasan suatu topik kejadian, ini bisa dimaklumi bagi media BAD NEWS is GOOD NEWS.
Andai Rasyid adalah anaknya orang biasa, saya yakin seyakinya, kejadian ini hanya 1 atau 2x nongol diberitakan di TV, dan khasus pertangungjawaban hukumnya akan dengan mudah selesai baik lewat pengadilan atau di luar pengadilan, sepanjang Rasyid bertanggungjawab dan berempati dengan baik.
Hai para ahli hukum Prof Yusril, Prof Mahfud, Prof. Jimly, dll. Saya berharap banyak kepakaran bapak-bapak, bisa mendobarak dan mereformasi hukum agar bisa lebih efesien dan tepat guna.
MyMind, 7 Januari 2013
By Uce Prasetyo (Sangatta)

Sabtu, 05 Januari 2013

Dahlan Iskan kecelakaan di Magetan


Magetan (ANTARA News) -
Mobil listrik Tucuxi, milik Dahlan Iskan yang sedang menjalani tes tempuh jalan jarak jauh dari Solo, Jawa Tengah, menuju Surabaya mengalami kecelakaan di Desa Ngerong, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Sabtu.
Kapolres Magetan AKBP Agus Santosa menyatakan Menteri BUMN Dahlan Iskan selamat. (KR-SAS)
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2013http://img.antaranews.com/new/2012/12/small/20121221mobil-buatan-indonesia1.jpg